PANCASILA

PANCASILA
Powered By Blogger

17/12/07

PT PAL akan Produksi Kapal Perang Nasional


Surabaya (Bali Post) -

PT PAL akan memproduksi kapal perang nasional untuk TNI Angkatan Laut. Kapal perang jenis Corvet dengan panjang 80 meter kabarnya didukung Komisi I dan IX DPR-RI. Yang menarik, kapal Corvet ini didukung 25 perusahaan dalam negeri yang siap menyediakan bahan baku sekaligus suku cadang dari Indonesia.

Penegasan itu dikemukakan Humas PT PAL Drs. Asik di Surabaya, Senin (8/9) kemarin. Selain kapal Corvet, PT PAL juga akan membuat kapal patroli cepat nasional yang juga diperuntukkan bagi TNI-AL. ''Ini untuk menjawab keragu-raguan sekaligus mengatasi embargo Amerika terhadap Indonesia,'' katanya. Menurut dia, kapal perang nasional yang baru berupa konsep nasional ini sudah dipresentasikan di hadapan anggota Komisi I dan IX DPR-RI.

Saat mempresentasikan konsep kapal perang nasional made in PT PAL, kata dia, anggota Komisi I dan IX DPR-RI sangat mendukung. Karena mendapat dukungan dari Komisi I dan IX, PT PAL sekaligus merangkul 25 perusahaan dalam negeri untuk menyediakan bahan baku dan suku cadangnya. Yang jelas, menurut dia, baik kapal perang jenis Corvet maupun kapal patroli cepat nasional semuanya diproduksi oleh anak bangsa. Baik tenaga ahlinya yang membuat kapal maupun bahan baku dan suku cadang dibuat di Indonesia.

Dari 25 perusahaan dalam negeri yang siap mendukung PT PAL, salah satunya adalah PT Maspion. ''Mereka siap membantu dan mem-back-up PT PAL. Intinya, perusahaan dalam negeri siap menyediakan segala komponen yang diperlukan untuk membuat kapal perang nasional,'' katanya.

Dukungan yang diberikan, menurut Asik, dimaksudkan supaya Indonesia bisa lepas dari ketergantungan luar negeri terutama pengadaan onderdil kapal. Saat ini, konsep pembuatan kapal perang nasional itu juga sudah disetujui oleh TNI-AL. Di samping itu, Indonesia yang dikenal sebagai negara maritim tidak hanya bisa membuat kapal niaga, tetapi juga kapal perang yang semuanya diproduksi di dalam negeri.

Realistiskah Rencana Pembelian Alutsista Kremlin



Terpesona "From Rusia with Love"
Belum lama ini sepulang dari Moskow, Sekjen Departemen Pert
ahanan Letjen Syafrie Syamsuddin mengumumkan dengan semangat rencana pembelian sejumlah alutsista dari Rusia. Di antaranya kapal selam Kilo Class, pesawat tempur Sukhoi, tank Marinir BMP 3, helikopter Mi 17, Mi 35, dan sejumlah peralatan militer canggih lain. Seperti film "From Rusia with Love", para petinggi militer dan Dephan baru jatuh cinta dengan alutsista asal Rusia.

Semangat membeli peralatan militer itu semakin berkobar setelah Presiden Vladimir
Putin mampir ke Indonesia selama 20 jam dalam perjalanannya menghadiri KTT APEC ke Sydney, Australia. Kabarnya, pemerintah menawarkan kredit 1 miliar dolar untuk pembelian persenjataan tersebut. MoU kerja sama pembelian peralatan militer tersebut sudah diteken, meski waktu realisasinya belum jelas.

Bagi anggota Komisi I DPR RI, rencana pembelian alutsista dari
Rusia bukan hal baru. Tiga tahun lalu, sempat heboh soal pembelian pesawat Sukhoi sehingga komisi I membentuk panja Sukhoi.

Ternyata dari hasil pengkajian panja, terdapat ketidaksesuaian prosedur dalam pembelian tersebut dan faktanya tidak sesuai dengan rencana. Misalnya, rencana counter trade (imbal beli) tidak berjalan karena pemerintah akhirnya harus membayar cash sekitar 200 juta USD yang sangat membebani anggaran APBN 2004/2005.

Tidak ada anggota Komisi I DPR yang meragukan kehebatan dan kecanggihan pesawat Sukhoi dan alutsista produksi Rusia. Hanya, yang menjadi persoalan selama ini ialah financial package terkait dengan pembelian tersebut. Rusia tidak dikenal sebagai negara kaya yang bisa memberikan fasilitas kredit ekspor, apalagi untuk penjualan senjata. Mekanisme pembelian selama ini menggunakan sistem barter atau pembayaran cash. Itu yang menimbulkan persoalan.

Dalam salah satu pernyataan pers belum lama ini, Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono mengatakan, salah satu alasan membeli alutsista dari Rusia adalah harganya yang lebih murah dibandingkan produk dari
negara Barat. Tidak jelas bagaimana Menhan Juwono membuat kalkulasi sehingga persenjataan Rusia dinilai lebih murah. Mungkin yang dimaksud adalah perbandingan secara langsung. Hanya membandingkan harga persenjataan, tidak bisa demikian.

Misalnya, rencana pembelian kapal selam Kilo Class dari Rusia dibandingkan dengan kapal selam U 209 buatan Jerman. Harga kapal selam Rusia di atas 400 juta dolar, sedangkan dari Jerman sekitar 375 juta. Namun, Jerman menawarkan pembelian komoditas Indonesia dalam jumlah yang cukup signifikan, sedangkan Rusia tidak.

Dermaga Didesain Ulang

Kalau benar akan membeli kapal selam U209, dermaga kapal selam di ujung Surabaya harus didesain ulang sesuai dengan kapal selam U 209. Sebab, selama ini TNI-AL sudah terbiasa dengan kapal selam buatan Jerman. Dengan demikian, masalah training awak kapal maupun teknisinya tidak serumit kapal selam buatan Rusia.

Karena itu, jelas diperlukan biaya pembangunan dermaga baru yang jelas cukup mahal dan memerlukan pelatihan baru bagi kru dan teknisi kapal.

Masuknya persenjataan Rusia yang sangat banyak akan mempunyai implikasi cukup serius. Masalahnya, persenjataan Indonesia yang selama ini dibeli dari Barat didesain untuk menghadapi senjata dari blok Timur (Rusia). Misalnya, pesawat Sukhoi harus dipasangi peralatan IFF (identification of foe or friend) agar tidak saling tembak jika berhadapan dengan F-16.

Demikian juga, persenjataannya sangat berbeda dengan yang dimiliki TNI-AU. Harap dimaklumi kalau sampai sekarang empat Sukhoi yang dimiliki Indonesia belum bersenjata sebagaimana mestinya.

Rencana membeli tank Marinir BMP 3 yang sangat mahal juga memunculkan kritik di kalangan anggota komisi I. Memang tank yang satu buahnya seharga 5 juta dolar itu sangat canggih.

Hal tersebut merupakan lompatan besar bagi Marinir yang selama ini hanya menggunakan tank kuno BTR 50 atau BTR 80 teknologi 1960-an. Tank itu ibarat opelet si Doel yang memang masih jalan tapi tidak memadai.

Hanya, lompatan ke tank BMP 3, ibaratnya dari menggunakan opelet atau bajaj langsung naik Mercy, mengapa tidak cukup beli mobil Kijang dulu?

TNI-AL juga sangat bernafsu membeli sejumlah rudal bikinan Rusia. Yang sekarang berjalan ialah rudal Yakhont, tapi kabarnya juga akan membeli rudal Bhrahmos, Gremlin, dan lainnya.